Sejarah

Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) memiliki sejarah panjang yang mencerminkan perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di Sumatera Selatan. Berikut adalah sejarah lengkapnya.


1. ASAL-USUL NAMA DAN GEOGRAFIS

Nama Musi Banyuasin berasal dari dua unsur utama yang mencerminkan karakter wilayah ini.

Musi

Mengacu pada Sungai Musi, sungai terbesar di Sumatera Selatan yang menjadi jalur utama perdagangan sejak zaman kuno.

Banyuasin

Berasal dari Sungai Banyuasin yang turut menjadi nadi kehidupan masyarakat sekitar.

Secara geografis, wilayah ini terdiri dari daratan rendah dengan banyak sungai, hutan, dan lahan gambut yang menjadikannya kaya sumber daya alam.


2. MASA KERAJAAN (SEBELUM KOLONIALISME)
a. Era Kerajaan Sriwijaya (Abad ke-7 – 13 M)

Wilayah Musi Banyuasin merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara yang berpusat di Palembang. Sungai Musi dan Banyuasin menjadi jalur penting perdagangan emas, rempah-rempah, dan komoditas langka lainnya.

b. Masa Kesultanan Palembang Darussalam (Abad ke-17 – 19 M)

Setelah runtuhnya Sriwijaya, wilayah ini berada di bawah Kesultanan Palembang. Sistem pemerintahan adat berkembang dengan pemimpin lokal seperti Depati dan Pasirah yang berperan besar dalam mengatur masyarakat.


3. MASA KOLONIAL BELANDA (ABAD KE-19 – 1942)
a. Ekspedisi Militer Belanda

Pada tahun 1821, Belanda menaklukkan Palembang dan memperluas kekuasaannya hingga ke pedalaman, termasuk Musi Banyuasin. Perlawanan rakyat tetap terjadi meski kekuatan militer Belanda lebih unggul.

b. Eksploitasi Sumber Daya Alam

Belanda membuka perkebunan karet, kopi, dan memulai eksplorasi minyak bumi pada awal abad ke-20. Infrastruktur seperti rel kereta api dan jalan dibangun untuk mendukung kepentingan kolonial.


4. MASA PENDUDUKAN JEPANG (1942 – 1945)

Jepang masuk dan mengambil alih wilayah ini pada Perang Dunia II. Eksploitasi sumber daya minyak dilakukan besar-besaran, sementara rakyat dipaksa menjadi romusha untuk pembangunan fasilitas perang.


5. MASA PERJUANGAN KEMERDEKAAN (1945 – 1949)
a. Perlawanan terhadap Belanda

Setelah Indonesia merdeka, masyarakat Musi Banyuasin ikut melakukan gerilya melawan Agresi Militer Belanda. Pertempuran di Sungai Lilin dan Babat Toman menjadi catatan penting sejarah perjuangan.

b. Bergabung dengan Republik Indonesia

Setelah pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949, Musi Banyuasin resmi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan.


6. PEMBENTUKAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN

Pada 28 September 1956, berdasarkan UU No. 28 Tahun 1956, Kabupaten Musi Banyuasin resmi berdiri sebagai daerah administratif dengan ibu kota di Sekayu.


7. MASA PERKEMBANGAN DAN OTONOMI DAERAH
Perkembangan Ekonomi dan Infrastruktur
  • Eksplorasi minyak dan gas semakin berkembang sejak 1970-an.
  • Pembangunan jalan dan jembatan semakin masif.
  • Pemekaran pada 1999 melahirkan Kabupaten Banyuasin.
Penguatan Budaya dan Pariwisata
  • Festival Serasan Sekate sebagai ajang tahunan budaya Muba.
  • Kerajinan anyaman dan tenun khas daerah tetap dilestarikan.
  • Destinasi wisata seperti Danau Ulak Lia mulai dikenal luas.

8. ASPEK PENTING DALAM SEJARAH MUBA
Sistem Pemerintahan Adat

Sebelum era kolonial, wilayah ini dipimpin oleh Depati dan Pasirah yang mengatur hukum adat. Hingga kini, lembaga adat masih memiliki pengaruh dalam penyelesaian sengketa masyarakat.

Tokoh Lokal Perjuangan
  • Pangeran Syarif Abdurrahman – tokoh perlawanan terhadap Belanda.
  • H. Muhammad Sidik – pemimpin gerakan rakyat.
Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam

Eksploitasi minyak, gas, dan perkebunan memberi dampak besar bagi perekonomian, namun juga menimbulkan tantangan lingkungan yang harus dikelola secara berkelanjutan.


KESIMPULAN
  • Wilayah Muba bersejarah sejak era Sriwijaya dan Kesultanan Palembang.
  • Mengalami kolonialisme Belanda dan pendudukan Jepang.
  • Berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
  • Resmi menjadi kabupaten pada tahun 1956.
  • Perkembangan ekonomi, budaya, dan infrastruktur terus berlanjut hingga kini.